Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera beribukotakan Padang. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di sebelah barat, Jambi dan Bengkulu di selatan, Riau di timur, dan Sumatera Utara di utara. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Sumatera Barat tercatat sebagai salah satu provinsi dengan jumlah kunjungan wisatawan terbanyak.
Provinsi yang identik dengan kampung halaman Minangkabau ini
memiliki luas 42.297,30 km², terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan jumlah
penduduk lebih dari 4.800.000 jiwa, serta memiliki 391 pulau yang 191 di
antaranya belum bernama. Sementara pembagian wilayah administratif sesudah
kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai) adalah
bernama nagari—sebelumnya tahun 1979 diganti dengan nama desa, namun sejak 2001
dikembalikan pada nama semula.
Sumatera Barat merupakan salah satu daerah rawan gempa di
Indonesia yang disebabkan oleh aktivitas sejumlah gunung berapi dan letaknya
yang berada di jalur patahan Semangko tepat di antara pertemuan dua lempeng
benua besar, yaitu Eurasia dan Indo-Australia. Gempa bumi besar yang terjadi
akhir-akhir ini di Sumatera Barat di antaranya adalah Gempa bumi 30 September
2009 dan Gempa bumi Kepulauan Mentawai 2010.
SEJARAH
Cikal bakal nama Provinsi Sumatera Barat dimulai pada zaman
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), digunakan untuk sebutan wilayah
administratifnya yakni Hoofdcomptoir van Sumatra's westkust. Kemudian dengan
semakin menguatnya pengaruh politik dan ekonomi VOC, sampai abad ke 18 wilayah
administratif ini telah mencangkup kawasan pantai barat Sumatera mulai dari
Barus sampai Inderapura.
Seiring dengan kejatuhan Kerajaan Pagaruyung, dan
keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, pemerintah Hindia Belanda mulai
menjadikan kawasan pedalaman Minangkabau sebagai bagian dari Pax Nederlandica,
kawasan yang berada dalam pengawasan Belanda, dan wilayah Minangkabau ini
dibagi atas Residentie Padangsche Benedenlanden dan Residentie Padangsche
Bovenlanden.
Selanjutnya dalam perkembangan administrasi pemerintahan
kolonial Hindia Belanda, daerah ini tergabung dalam Gouvernement Sumatra's
Westkust termasuk wilayah Residentie Bengkulu yang baru diserahkan Inggris kepada
Belanda. Kemudian diperluas lagi dengan memasukan Tapanuli, dan Singkil. Namun
pada tahun 1905, wilayah Tapanuli ditingkatkan statusnya menjadi Residentie
Tapanuli, sedangkan wilayah Singkil diberikan kepada Residentie Atjeh. Kemudian
pada tahun 1914, Gouvernement Sumatra's Westkust, diturunkan statusnya menjadi
Residentie Sumatra's Westkust, dan menambahkan wilayah Kepulauan Mentawai di
Samudera Hindia ke dalam Residentie Sumatra's Westkust, serta pada tahun 1935
wilayah Kerinci juga digabungkan ke dalam Residentie Sumatra's Westkust.
Sementara wilayah Rokan Hulu dan Kuantan Singingi diberikan kepada Residentie
Riouw pasca pemecahan Gouvernement Sumatra's Oostkust, serta juga membentuk
Residentie Djambi pada periode yang hampir bersamaan.
Pada masa pendudukan tentara Jepang, Residentie Sumatra's
Westkust berubah nama menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu. Atas dasar
geostrategis militer, daerah Kampar/ Bangkinang dikeluarkan dari Sumatora Nishi
Kaigan Shu dan dimasukkan ke dalam wilayah Rhio Shu.
Pada awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, wilayah
Sumatera Barat tergabung dalam provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi.
Pada tahun 1949, Provinsi Sumatera kemudian dipecah menjadi tiga provinsi,
yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat
beserta Riau dan Jambi merupakan bagian dari keresidenan di dalam Provinsi
Sumatera Tengah. Pada masa PRRI di Sumatera, Pemerintah Pusat berdasarkan
Undang-undang darurat nomor 19 tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah
lagi menjadi 3 provinsi yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan
Provinsi Jambi. Wilayah Kerinci yang sebelumnya tergabung dalam Kabupaten
Pesisir Selatan Kerinci, digabungkan ke dalam Provinsi Jambi sebagai kabupaten
tersendiri. Begitu pula wilayah Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi
ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau. Selanjutnya ibu kota provinsi
Sumatera Barat yang baru ini adalah masih tetap di Kota Bukittinggi. Namun
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29
Mei 1958 secara de facto menetapkan Kota Padang menjadi ibu kota Provinsi
Sumatera Barat.
Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau
Sumatera yang terdiri dari dataran rendah di pantai barat dan dataran tinggi
vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini memiliki daratan seluas
42.297,30 km² yang setara dengan 2,17% luas Indonesia. Dari luas tersebut,
lebih dari 45,17% merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung. Garis
pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang
2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km². Kepulauan Mentawai yang
terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini.
Seperti daerah lainnya di Indonesia, iklim Sumatera Barat
secara umum bersifat tropis dengan suhu udara yang cukup tinggi, yaitu antara
22,6° C sampai 31,5° C. Garis khatulistiwa tepat melalui provinsi ini di
kecamatan Bonjol, kabupaten Pasaman. Di provinsi ini berhulu sejumlah sungai
besar yang bermuara di pantai timur Sumatera seperti Batang Hari, Siak, Inderagiri
(disebut sebagai Batang Kuantan di bagian hulunya), dan Kampar. Sementara
sungai-sungai yang bermuara di provinsi ini berjarak pendek, seperti Batang
Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.
Terdapat 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota di
Sumatera Barat dengan Gunung Talamau di kabupaten Pasaman Barat sebagai gunung
tertinggi, yaitu 2.913 m. Gunung Marapi di kabupaten Agam merupakan gunung
aktif yang tingginya 2.891 m, gunung aktif lainnya adalah Tandikat dan Talang.
Selain gunung, Sumatera Barat juga memiliki banyak danau. Danau terluas adalah
Singkarak di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar, disusul Maninjau di
kabupaten Agam. Dengan luas yang mencapai 130,1 km², Singkarak juga menjadi
danau terluas kedua di Sumatera dan kesebelas di Indonesia. Danau lainnya
terdapat di kabupaten Solok yaitu Danau Talang dan Danau Kembar (julukan dari
Danau Diatas dan Danau Dibawah).
Keanekaragaman hayati
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati. Sebagian besar wilayahnya masih
merupakan hutan tropis alami dan dilindungi. Berbagai spesies langka masih
dapat dijumpai, misalnya Rafflesia arnoldii (bunga terbesar di dunia), harimau
sumatera, siamang, tapir, rusa, beruang, dan berbagai jenis burung dan
kupu-kupu.
Terdapat dua Taman Nasional di provinsi ini, yaitu Taman
Nasional Siberut yang terdapat di pulau Siberut (Kabupaten Kepulauan Mentawai)
dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Taman nasional terakhir ini wilayahnya
membentang di empat provinsi: Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera
Selatan.
Selain kedua Taman Nasional tersebut terdapat juga beberapa
cagar alam lainnya, yaitu Cagar Alam Rimbo Panti, Cagar Alam Lembah Anai, Cagar
Alam Batang Palupuh, Cagar Alam Air Putih di daerah Kelok Sembilan, Cagar Alam
Lembah Harau, Cagar Alam Beringin Sakti dan Taman Raya Bung Hatta.
Sumber daya alam
Sumber daya alam yang ada di Sumatera Barat adalah berupa
batubara, batu besi, batu galena, timah hitam, seng, mangan, emas, batu kapur
(semen), kelapa sawit, kakao, gambir dan hasil perikanan.
KEPENDUDUKAN
Suku bangsa
Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku
Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan
suku Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota
di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku
Nias dan di beberapa daerah transmigrasi seperti di (Sitiung, Lunang Silaut,
Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa. Sebagian di antaranya
adalah keturunan imigran berdarah Jawa dari Suriname yang memilih kembali ke
Indonesia pada masa akhir tahun 1950an. Oleh Presiden Soekarno saat itu
diputuskan mereka ditempatkan di sekitar daerah Sitiung. Hal ini juga tidak
lepas dari aspek politik pemerintah pusat pasca rekapitulasi PRRI di Provinsi
Sumatera Barat yang juga baru dibentuk saat itu.
Selain itu juga terdapat beragam suku nusantara lainnya yang
masuk pasca kemerdekaan sebagai perantau dan pekerja di berbagai bidang.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa daerah
yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek
Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh. Di
daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara,
dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek Mandailing. Sementara itu
di daerah kepulauan Mentawai digunakan Bahasa Mentawai.
Agama
Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 98%
penduduk Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau.
Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai
sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu sekitar 0,01%, yang dianut oleh
penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang dapat dijumpai di setiap
kabupaten dan kota di Sumatera Barat didominasi oleh masjid dan musala. Masjid
terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang saat ini
pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid tertua di
antaranya adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao di
kabupaten Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun
musala. Seperti masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki bangunan berbentuk
gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus kaligrafi, dan tidak memiliki kubah.
Ada juga masjid dengan atap yang terdiri dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke
atas makin kecil dan sedikit cekung seperti Masjid Tuo Kayu Jao.
Tahun | 2008 | 2010 | ||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah penduduk | 4.763.130 | 4.845.998 | ||||||||||
Sejarah kependudukan Sumatera Barat [sumber] |
PEMERINTAHAN
Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh seorang gubernur yang
dipilih dalam pemilihan secara langsung bersama dengan wakilnya untuk masa
jabatan 5 tahun. Gubernur selain sebagai pemerintah daerah juga berperan
sebagai perwakilan atau perpanjangan tangan pemerintah pusat di wilayah provinsi
yang kewenangannya diatur dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2010.
Sementara hubungan pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten dan kota bukan subordinat, masing-masing pemerintahan daerah tersebut
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Perwakilan
Berdasarkan Pemilu Legislatif 2009, Sumatera Barat
mengirimkan 14 wakil ke DPR RI dari dua daerah pemilihan dan empat wakil ke
DPD. Sedangkan untuk DPRD Sumatera Barat tersusun dari perwakilan sepuluh
partai, dengan perincian sebagai berikut:
Pemerintahan nagari
Sampai tahun 1979 satuan pemerintahan terkecil di Sumatera
Barat adalah nagari, yang sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Dengan
diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa,
status nagari dihilangkan diganti dengan desa, dan beberapa jorong ditingkatkan
statusnya menjadi desa. Kedudukan wali nagari juga dihapus dan administrasi
pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Namun sejak bergulirnya
reformasi pemerintahan dan otonomi daerah, maka sejak pada tahun 2001, istilah
"Nagari" kembali digunakan di provinsi ini.
Pemerintahan nagari merupakan suatu struktur pemerintahan
yang otonom, punya teritorial yang jelas dan menganut adat sebagai pengatur
tata kehidupan anggotanya, sistem ini kemudian disesuaikan dengan konstitusi
yang berlaku di Indonesia, sekarang pemerintah provinsi Sumatera Barat
menetapakan pemerintah nagari sebagai pengelola otonomi daerah terendah untuk
daerah kabupaten mengantikan istilah pemerintah desa yang digunakan sebelumnya.
Sedangkan untuk nagari yang berada pada sistem pemerintahan kota masih sebagai
lembaga adat belum menjadi bagian dari struktur pemerintahan daerah.
Nagari pada awalnya dipimpin secara bersama oleh para
penghulu atau datuk di nagari tersebut, kemudian pada masa pemerintah
Hindia-Belanda dipilih salah seorang dari para penghulu tersebut untuk menjadi
wali nagari. Kemudian dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu
oleh beberapa orang kepala jorong atau wali jorong, namun sekarang dibantu oleh
sekretaris nagari (setnag) dan beberapa pegawai negeri sipil (PNS) bergantung
dengan kebutuhan masing-masing nagari. Wali nagari ini dipilih oleh anak nagari
(penduduk nagari) secara demokratis dalam pemilihan langsung untuk 6 tahun masa
jabatan.
Dalam sebuah nagari dibentuk Kerapatan Adat Nagari, yakni
lembaga yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan
merupakan perwakilan anak nagari yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai
(kaum intelektual) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu nagari, sama
dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem administrasi desa.
Keputusan keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara
wali nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari
Nagari.